Pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental remaja menjadi topik yang semakin relevan di era digital ini. Menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2023, sekitar 89,4% remaja di Indonesia merupakan pengguna aktif media sosial. Fakta ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak yang mungkin ditimbulkan terhadap kesehatan mental mereka, mengingat masa remaja adalah fase kritis dalam perkembangan psikologis individu.
Media sosial, dengan segala manfaatnya, juga membawa risiko yang tak dapat diabaikan. Studi yang dilakukan oleh Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia menunjukkan bahwa 70% remaja yang aktif di media sosial cenderung mengalami tekanan psikologis lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang lebih jarang menggunakannya. Pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental remaja dapat terlihat dari peningkatan kasus kecemasan, depresi, dan masalah citra diri. Remaja seringkali terpapar pada standar kecantikan yang tidak realistis dan tekanan sosial untuk mendapatkan “like” atau pengakuan dari orang lain, yang dapat berdampak negatif terhadap harga diri mereka.
Tidak hanya itu, fenomena fear of missing out (FOMO) juga menjadi salah satu faktor yang memperburuk keadaan. Remaja merasa perlu selalu terhubung dan mengikuti tren di media sosial agar tidak ketinggalan informasi atau momen penting, yang secara tidak langsung menambah beban mental. Menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022, 53% remaja di Indonesia mengaku pernah merasa cemas atau stres akibat penggunaan media sosial yang berlebihan.
Namun, tidak semua dampak dari media sosial bersifat negatif. Ketika digunakan secara bijak, media sosial dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk mengembangkan jaringan sosial, menemukan komunitas yang suportif, dan sebagai sarana ekspresi diri. Oleh karena itu, penting bagi remaja dan orang tua untuk memahami dan mengelola pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental remaja. Pendekatan yang tepat bisa melibatkan pembatasan waktu penggunaan media sosial, meningkatkan kesadaran akan dampak negatif yang mungkin timbul, serta menyediakan alternatif kegiatan yang mendukung kesehatan mental.
Pada akhirnya, masalah ini bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja. Dengan lebih dari separuh populasi remaja Indonesia yang berisiko mengalami dampak negatif, ini adalah isu yang membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak. Dengan mengedepankan literasi digital dan pendekatan kesehatan mental yang komprehensif, kita dapat membantu generasi muda Indonesia untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan menjaga kesehatan mental mereka.
———————
Kang Suci, A.Md.Akup.,C.Ht
Tenaga Kesehatan, Praktisi, dan Pemerhati Kesehatan Psikologis dan Mental